ENTREPRENEURSHIP DAN POTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA

Image

Akhir-akhir ini, isu topik kemandirian ekonomi semakin gencar dibahas oleh berbagai kalangan yang menyebabkan muncul kegiatan-kegiatan seputar sosialisasi kewirausahaan. Tidak hanya ekonom atau pun orang-orang yang bergerak dalam bidang ekonomi saja yang sibuk memikirkan bahkan berkecimpung dalam pembahasan kewirausahaan. Saat ini, seseorang tidak lagi dituntut untuk mencari kerja semata, tetapi juga bagaimana untuk berdiri sendiri (mandiri) dalam hal perekonomian dan meningkatkan derajat finansial dan self-esteem (harga diri). Kewirausaahan juga termasuk dalam aktualisasi diri manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Tuntutan sebagai makhluk sosial yang disandang oleh setiap insan sehingga melahirkan banyak problema saling terkait, terutama bidang kesejahteraan hidup.

Sekilas mengingat kembali definisi wirausaha atau wiraswasta, dapat diartikan sebagai seorang yang menerapkan kemampuannya untuk mengatur,menguasai alat2 produksi dan menghasilkan hasil yang berlebihan selanjutnya dijual/ditukarkan dan memperoleh pendapatan dari usahanya tersebut. (Mc Clelland,1967). Berbeda lagi dengan yang diungkapkan Schumpeter terkait definisi wirausaha yakni seseorang yang menggerakkan perekonomian masyarakat untuk maju kedepan,dimana mereka yang berani mengambil resiko,mengkordinasi untuk mengelola penanaman modal/sarana produksi,mereka yang mengenalkan fungsi faktor produksi baru,mereka yang memiliki respon yang kreatif dan inovatif.
Menurut Imam S. Sukardi (1984) pengertian wiraswastaan menunjuk kepada kepribadian tertentu, yakni pribadi, yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri. Manusia yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri berarti mampu mengambil keputusan untuk diri sendiri, mampu menetapkan tujuan yang ingin dicapai atas dasar pertimbangannya sendiri. Sehingga seorang wiraswastaan ini adalah seorang yang merdeka lahir dan batin.
Pengertian wiraswasta mirip dengan pengertian entrepreneurship namun berbeda dari segi falsafahnya entrepreneurship merupakan konsep yang timbul di dunia barat yang berfalsafah hidup individualisme, sedangkan kewiraswastaan didasarkan pada falsafah hidup bangsa Indonesia sosialistis, yaitu menekankan pada keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara individu yang bersangkutan dengan masyarakat. (Moh.As’ad, 2004).
Masih banyak lagi definisi kewirausahaan, karena setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda, hanya pada dasarnya sama saja. Tuntutan hidup yang semakin merajalela seiring terjadinya perubahan sosial, maka seseorang dituntut pula untuk bertahan hidup. Manusia yang diciptakan untuk saling bergantung sama lain tidak selamanya harus bergantung pada oranglain, namun juga harus bisa berdiri sendiri dan membantu perekonomian bangsa dan negara.
Kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa peranan sektor swasta mempunyai andil yang tidak kecil dalam perekonomian masyarakat, baik ini di negara maju maupun di negara berkembang. Djoko Suryo berpendapat bahwa besar kecilnya sumbangan sektor swasta dalam pembangunan perekonomian masyarakat antara negara satu dengan yang lain sering berbeda-beda, sesuai dengan derajat atau kualitas kewiraswastaan yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. (Moh.As’ad,2004)
Oleh karena itu, muncul perusahaan-perusahaan atau pun lembaga usaha dan organisasi atau program yang menaungi dan memfasilitasi hal-hal seputar Entrepreneurship (Kewirausahaan).
Menurut Jusuf Kalla saat mengisi agenda kewirausahaan mengatakan bahwa keberadaan sebuah tenaga kerja di perguruan tinggi bernilai penting. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010) mengemukakan, bursa khusus di perguruan tinggi (PT) adalah salah satu solusi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya berkaitan dengan penempatan tenaga kerja. Oleh karena itu, peranan perguruan tinggi sangat diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara dunia kerja dan dunia pendidikan. Potensi berwirausaha sangat besar terutama pada kaum muda misalnya mahasiswa. Mahasiswa mempunyai peran penting dalam proses regenerasi kehidupan kebangsaan, jadi salah satunya adalah menjadi wirausaha. Siapapun bisa menjadi pengusaha walaupun bukan sarjana. (www.uin-malang.ac.id)
Tidak hanya Jusuf Kalla saja yang mengungkapkan itu, Romi Satria Wahono, seorang pengusaha muda, dalam mengisi seminar entrepreneurship tahun 2010 di UIN MALIKI Malang mengatakan bahwa beranjak pada era globalisasi yang sebenarnya telah muncul sejak era tahun 1990-an yang merupakan versi ketiga yang mana ada slogan “Individu bisa membuat perubahan”. Kata kuncinya adalah perubahan.
Menurut Ranupandojo Heidirachman dalam bukunya berjudul “Wiraswasta Indonesia Sebuah Renungan” mengungkapkan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia masih sangat terbatas baru mencapai 0,01 persen dari jumlah penduduk yang berjiwa wiraswasta.
Menurut Suparman Sumahamijaya dalam artikel yang dimuat di Prisma tahun 1978, mengatakan bahwa untuk pembangunan suatu negara pada dasarnya dibutuhkan 2 % dari jumlah penduduk yang berjiwa wiraswasta, kecilnya jumlah wiraswasta ini antara lain disebabkan karena etos kerja yang kurang menghargai kerja keras, kondisi lingkungan ekonomi baik masa penjajahan maupun sudah kemerdekaan dengan segala konsekuensinya dalam masyarakat. Di samping itu ada hal yang lebih penting yaitu sikap mental wiraswasta.
Seorang wiraswasta itu ternyata harus memiliki karakter psikologik (sifat kepribadian) yang cukup menonjol dan secara kualitatif lebih dari kebanyakan manusia pada umumnya. Namun dalam hal ini diakui pula bahwa sifat kepribadian ini bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilannya. Faktor lain yang menunjang keberhasilan kewirausahaan diantaranya adalah sistem ekonomi yang kondusif untuk perkembangan kewirausahaan di masyarakat, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat, serta nilai-nilai budaya di mana ia tinggal. (Moh.As’ad,2004)
Mattulada (1985) berpendapat bahwa, sikap mental kewirausahaan yang cukup dianggap mewakili kondisi masyarakat Indonesia yakni:
  1. Tanggapan terhadap waktu. Sikap mental yang mendukung kewirausahaan adalah sebanyak mungkin aktifitas hidupnya itu berorientasi ke masa depan. Nampaknya berorientasi ke masa depan begitu juga berkembang dalam mentalitas orang Indonesia.
  2. Tanggapan terhadap hakikat hidup. Dalam menghadapi hidup orang harus menilai tinggi unsur-unsur yang menggembirakan dan unsur yang mendorong upaya ke arah kebahagiaan dalam kehidupan sikap mental semacam ini nampaknya masih kurang dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Orang masih sering memberikan tanggapan pasif terhadap kehidupan terutama mengenai konsep rejeki yang dapat datang tanpa usaha yang keras.
  3. Tanggapan terhadap hubungan dengan sesama manusia. Sikap mental yang dipandang mendorong terjadinya kemajuan dalam masyarakat adalah sikap mental yang berorientasi kepada sesamanya yakni menilai tinggi unsur kerjasama dengan oranglain tanpa meremehkan kualitas individu dan tanpa menghindari tanggungjawab sendiri. Di Indonesia masalah kerjasama ini yang masih harus diupayakan sebab kadangkala mengandung aspek negatif yang mengarah ke kualitas individu (kerjasama ke arah yang negatif).
  4. Tanggapan terhadap kerja. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menunjukkan sikap mental hanya mementingkan kerja untuk kedudukan dan prestise saja. Sikap yang demikian ini jelas tidak mendukung untuk kemajuan suatu bangsa, karena ada kecenderungan meremehkan kualitas sehingga kurang tabah dan ulet.
  5. Tanggapan terhadap alam. Sikap mental yang mendorong keinginan orang ntuk menguasai alam beserta isinya dipandang sebagai sikap mental yang dapat mengembangkan kemajuan dalam masyarakat.
Menurut Mc.Clelland, seorang wirausaha dianggap berhasil bila ia mampu bertahan dan mencapa tujuan dalam bidang usahanya. Dalam hal ini berarti mereka yang tidak drop out dalam bidang usahanya
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli Ilmu-Ilmu Sosial keberhasilan seorang wiraswasta/wirausaha apabila ditinjau dari karakteristik psikologiknya, mereka itu mempunyai profil karakteristik psikologik tertentu yaitu: (Iman Santoso Sukardi, 1979):
1.      Self confidence
2.      Originality
3.      People oriented
4.      Task-result oriented
5.      Future oriented
6.      Risk-tasking
Dari berbagai penelitian para ahli di bidang perilaku kewirausahaan disimpulkan bahwa :
  1. Dorongan untuk berprestasi berpengaruh terhadap perkembangan atau hasil usaha seseorang.
  2. Individu yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi cenderung memiliki profesi bisnis atau usaha.
  3. Individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi tinggi cenderung menetapkan tingkat aspirasi secara realistik.
  4. Individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi, selalu memiliki tugas atau pekerja yang mempunyai resiko yang sedang, dan selalu mementingkan hasil akhir yang baik, sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri.
  5. Kebutuhan berprestasi dari para pengusaha dari berbagai latar belakang kebudayaan pada prinsipnya dapat lebih dikembangkan.
  6. Keberhasilan para pengusaha di negara-negara sedang berkembang disebabkan salah satu faktornya yaitu mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi.
  7. Dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi memungkinkan seorang pengusaha mempunyai inisiatif yang tinggi, mau mengeksplorasi, dan secara kontinu mengadakan penelitian terhadap lingkungan guna menemukan cara-cara yang baru untuk dapat memecahkan masalahnya secara memuaskan. (Moh.As’ad, 2004).
Oleh karena itu, guna menunjang hal tersebut diperluka maksimalisasi potensi diri. Potensi diri adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental yang dimiliki seseorang dan empunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik ( Habsari 2004:2), sedangkan diri adalah seperangkat proses atau ciri-ciri proses fisik,prilaku dan psikologis yang dimiliki.
Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berpengaruh besar pada pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang hendak diraih didalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam konstek potensi diri adalah jika terolah dengan baik akan memperkembangkan baik secara fisik maaupun mental.
Jadi, korelasi kewirausahaan dan potensi berwirausaha dalam diri mahasiswa sangat erat. Karena, kedua hal itu sangat bergantung sama lain. Dan, menjadi wirausaha tidak perlu menunggu dulu terlebih dahulu,  pada dasarnya semua bisa dimulai sejak dini, karena mahasiswa adalah tonggak peradaban.